BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia dimuka bumi ini
memliki hak mutlak atas hasil kreasi yang telah dibuatnya atau telah mereka
wujudkan dalam bentuk barang maupun dalam bentuk ide. Hak mutlak yang
dimiliki karena setiap hasil kreasi dari pikiran manusia itulah yang disebut
dengan hak cipta, yaitu hak yang langsung dimiliki oleh seseorang setelah ia
berhasil mewujudkan hasil kreasi yang ada di pikirannya dalam bentuk ide-ide,
gagasan maupun barang.
Belakangan ini semakin banyak
problematika yang timbul terkait masalah hak cipta ini. Masih banyak pembajakan
hak cipta tersebut, hak atas kekayaan-kekayaan intelektual yang telah terwujud
karena masih banyak masyarakat yang kurang paham bagaimana sistem hukum di
dalam HKI yang mengatur tentang hak cipta ini.
Menurut undang-undang hak cipta yang
diatur dalam Undang-undang no.19 tahun2002 tentang Hak Cipta, definisi dari Hak
Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
1.2 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui informasi apa saja yang dapat diperoleh atau dicapai dalam mempelajari
materi penggunaan hak cipta. Berikut ini adalah tujuan penulisan tersebut :
a.
Mengetahui masalah-masalah dalam penyelewengan hak cipta
b.
Mengetahui hak-hak yang terkandung dalam hak cipta
c.
Mengetahui hukum yang berlaku mengenai hak cipta
d.
Mengetahui metode atau cara dalam
memperoleh hak cipta.
1.3 Sasaran
Penulisan Makalah
Melihat pembahasan
yang terdapat dalam pendahuluan dan latar belakang, didapat beberapa sasaran
penulisan, yaitu :
1. Kapan hak cipta
didapat oleh seseorang?
2. Bagaiamana
mendapatkan hak cipta?
3. Tujuan dan fungsi
hak cipta
4. Ruang lingkup hak
cipta
5. Yang bisa
dipatenkan menjadi hak cipta
6. angka waktu yang
diberikan kepada pemilik hak cipta
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Hak Cipta
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan
Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa
memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar
royalti. Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak
cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan
menetapkanUndang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan
undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut
kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12
Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang
kini berlaku. Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran
Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah
meratifikasi pembentukanOrganisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization–
WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Propertyrights- TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan
Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi
Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak
Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak
Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
2.2 Hak-hak Yang
Tercakup Dalam Hak Cipta
Hak-hak
yang tercakup dalam hak cipta terbagi menjadi dua bagian. Bagian tersebut
antara lain :
2.2.1 Hak Eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada
pemegang hak cipta adalah hak untuk:
• Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil
salinan tersebut (termasuk, pada
umumnya, salinan elektronik),
• Mengimpor dan mengekspor ciptaan,
• Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan
(mengadaptasi ciptaan),
• Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
• Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada
orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini
adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta
tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta
tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Konsep tersebut juga
berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk
"kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalih wujudkan,
menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada
publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik
melalui sarana apapun".Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia
diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan
juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelakukarya seni (yaitu
pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga
penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang
dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal
1 butir 9–12 dan bab VII).
Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak
lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya. Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam
hak cipta tersebut dapat dialihkan,misalnya dengan pewarisan atau perjanjian
tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula
mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut denganlisensi,
dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
2.2.2 Hak ekonomi
dan hak moral
Secara umum, hak moral mencakup hak
agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui
sebagai pencipta ciptaan tersebut. Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep
"hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat
dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada
ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual
untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang
Hak Cipta.
2.3
Perolehan dan Pelaksanaan Hak Cipta
Setiap negara menerapkan persyaratan
yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak
mendapatkan hak cipta di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung
faktor keahlian, keaslian, dan usaha.
2.3.1
Perolehan Hak Cipta
Pada sistem yang juga berlaku
berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa
perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah
terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan,
partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah
berhak atas hak cipta tersebut.
Namun demikian, walaupun suatu
ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran
ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada
yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak
cipta yang sah. Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan
pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam
kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum
Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia
(UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia,
terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah
dan lembaga swasta.
2.3.2 Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di
Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet,
perwajahan (lay out ) karya tulis yang diterbitkan, ceramah,
kuliah, pidato, alat peraga yang
dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik
dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan,
pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur,
peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni
ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang
dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalih
wujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang
berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta
komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai
ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002
pasal 12).
2.3.3 Penanda Hak
Cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, agar
suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat
diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan
hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut
terdiri atas sebuah huruf c didalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©),
atau kata "copyright ", yang diikuti dengantahun hak cipta dan
nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya
dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan
tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis
ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu
(calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
2.3.4 Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta
Secara umum, hak cipta tepat mulai
habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada
tanggal meninggalnya pencipta. Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak
cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50
tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat ,
kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa
batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan
untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Jangka waktu berlakunya hak cipta dibagi atas:
1. Berlaku seumur hidup pencipta
ditambah 50 tahun sesudah meninggal dunia:
• Buku, pamflet, dan semua hasil
karya tulis,
• Drama atau drama musikal, tari,
koreografi,
• Segala bentuk seni rupa, seperti
seni lukis, seni pahat, dan seni patung,
• Seni batik,
• Lagu atau musik dengan atau tanpa
teks,
• Arsitektur,
• Ceramah, kuliah, pidato dan
ciptaan jenis lain,
• Alat peraga,
• Peta,
• Terjemahan, tafsir, saduran dan
bunga rampai;
2.Berlaku 50 tahun sejak pertama
kali diumumkan:
• Program komputer,
• Sinematografi,
• Fotografi,
• Database, dan
• Karya hasil pengalihwujudan;
3. Berlaku 50 tahun sejak pertama
kali diterbitkan, yaitu:
• Perwajahan karya tulis, dan
• Penerbit yang memegang hak cipta
atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya atau hanya tertera nama
samaran penciptanya;
4.Berlaku 50 tahun sejak ciptaan
tersebut pertama kali diketahui umum, yaitu negara memegang atau melaksanakan
hak cipta atas ciptaan yang tidak diketahui siapa peciptanya dan belum
diterbitkan serta ciptaan yang telah diterbitkan tanpa diketahui penciptanya
atau penerbitnya.
5. Tanpa jangka waktu atau tak
terbatas, yaitu negara yang memegang hak cipta dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama.
2.3.5 Penegakkan
Hukum Atas Hak Cipta
Undang-undang
Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat
mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan
pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2).
Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di
kantor maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang
mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat
oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Ciptaan yang dilarang untuk diumumkan
atau disebarluaskan adalah ciptaan yang bertentangan dengan :
• Kebijaksanaan pemerintah di bidang
agama;
• Kebijaksanaan pemerintahan di
bidang pertahanan dan keamanan negara;
• Kesusilaan; dan
• Ketertiban umum.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan tentang Hak Cipta diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu,
a. Bahwa
hak cipta merupakan bagian dari pada HKI, yang mana didalam HKI perihal hak
cipta punya tempat tersendiri dalam praktek di masyarakat.
b. Permasalahan
hak cipta sangat terlihat sepele, sehingga seringkali masyarakat kurang
menghiraukan masalah hak cipta, namun setelah ada pembahasan tentang
betapa pentingnya hak cipta dalam kehidupan masyarakat.
c. Jenis
pembajakan hak cipta seperti membajak CD, mengcopy, dan sebagainya yang
mencakup berbagai aspek (dagang, karya seni, dsb).
d.
Mencegah pemakaian maupun penggunaan barang atau karya hasil dari pembajakan
atau penyalah gunaan hak cipta
3.2 Saran
Diharapkan
masyarakat bisa semakin kritis menanggapi masalah tentang hak cipta akan suatu
karya dari hasil pikir manusia. Berkaryalah agar kemampuan kita dapat terasah
untuk membuat karya-karya yang bermanfaat.
Sumber :
a. Hutagalung, S.M. 2012. Hak Cipta
Kedudukan dan perananya dalam Pembangunan. Jakarta : Sinar Grafika
b. Gunadi, Setiono. Undang-Undang Hak
dan Bisnis TI di Indonesia, PT. Multicom Persada. Jakarta
d. http// dasar perlindungan-hak-cipta//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar