Senin, 27 April 2015

PENGGUNAAN HAK CIPTA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Setiap manusia dimuka bumi ini memliki hak mutlak atas hasil kreasi yang telah dibuatnya atau telah mereka wujudkan dalam bentuk barang maupun dalam bentuk ide. Hak mutlak yang dimiliki karena setiap hasil kreasi dari pikiran manusia itulah yang disebut dengan hak cipta, yaitu hak yang langsung dimiliki oleh seseorang setelah ia berhasil mewujudkan hasil kreasi yang ada di pikirannya dalam bentuk ide-ide, gagasan maupun barang. 
Belakangan ini semakin banyak problematika yang timbul terkait masalah hak cipta ini. Masih banyak pembajakan hak cipta tersebut, hak atas kekayaan-kekayaan intelektual yang telah terwujud karena masih banyak masyarakat yang kurang paham bagaimana sistem hukum di dalam HKI yang mengatur tentang hak cipta ini.
Menurut undang-undang hak cipta yang diatur dalam Undang-undang no.19 tahun2002 tentang Hak Cipta, definisi dari Hak Cipta adalah hak eksklusif  bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1.2       Tujuan Penulisan Makalah
            Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui informasi apa saja yang dapat  diperoleh atau dicapai dalam mempelajari materi penggunaan hak cipta. Berikut ini adalah tujuan penulisan tersebut :
a. Mengetahui masalah-masalah dalam penyelewengan hak cipta
b. Mengetahui hak-hak yang terkandung dalam hak cipta
c. Mengetahui hukum yang berlaku mengenai hak cipta
d. Mengetahui  metode atau cara dalam memperoleh hak cipta.

1.3       Sasaran Penulisan Makalah
Melihat pembahasan yang terdapat dalam pendahuluan dan latar belakang, didapat beberapa sasaran penulisan, yaitu :
1. Kapan hak cipta didapat oleh seseorang?
2. Bagaiamana mendapatkan hak cipta?
3. Tujuan dan fungsi hak cipta
4. Ruang lingkup hak cipta
5. Yang bisa dipatenkan menjadi hak cipta
6. angka waktu yang diberikan kepada pemilik hak cipta


BAB II
PEMBAHASAN


2.1       Sejarah Hak Cipta
            Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti. Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkanUndang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku. Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukanOrganisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization– WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights- TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

2.2       Hak-hak Yang Tercakup Dalam Hak Cipta
            Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta terbagi menjadi dua bagian. Bagian tersebut antara lain :
2.2.1    Hak Eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
• Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk,    pada umumnya, salinan elektronik),
• Mengimpor dan mengekspor ciptaan,
• Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
• Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
• Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalih wujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelakukarya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII).           
 Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya. Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan,misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut denganlisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).

2.2.2    Hak ekonomi dan hak moral
Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut. Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.

2.3 Perolehan dan Pelaksanaan Hak Cipta
Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor keahlian, keaslian, dan usaha.
2.3.1 Perolehan Hak Cipta
Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut.
Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah. Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and  Patents Act  1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
2.3.2    Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out ) karya tulis yang diterbitkan, ceramah,
kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalih wujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).

2.3.3    Penanda Hak Cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c didalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata "copyright ", yang diikuti dengantahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
2.3.4    Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta
Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta. Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat , kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
 Jangka waktu berlakunya hak cipta dibagi atas:
1. Berlaku seumur hidup pencipta ditambah 50 tahun sesudah meninggal dunia:
• Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis,
• Drama atau drama musikal, tari, koreografi,
• Segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung,
• Seni batik,
• Lagu atau musik dengan atau tanpa teks,
• Arsitektur,
• Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan jenis lain,
• Alat peraga,
• Peta,
• Terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai;
2.Berlaku 50 tahun sejak pertama kali diumumkan:
• Program komputer,
• Sinematografi,
• Fotografi,
• Database, dan
• Karya hasil pengalihwujudan;
3. Berlaku 50 tahun sejak pertama kali diterbitkan, yaitu:
• Perwajahan karya tulis, dan
• Penerbit yang memegang hak cipta atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya atau hanya tertera nama samaran penciptanya;
4.Berlaku 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum, yaitu negara memegang atau melaksanakan hak cipta atas ciptaan yang tidak diketahui siapa peciptanya dan belum diterbitkan serta ciptaan yang telah diterbitkan tanpa diketahui penciptanya atau penerbitnya.
5. Tanpa jangka waktu atau tak terbatas, yaitu negara yang memegang hak cipta dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama.
2.3.5    Penegakkan Hukum Atas Hak Cipta
            Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Ciptaan yang dilarang untuk diumumkan atau disebarluaskan adalah ciptaan yang bertentangan dengan :
• Kebijaksanaan pemerintah di bidang agama;
• Kebijaksanaan pemerintahan di bidang pertahanan dan keamanan negara;
• Kesusilaan; dan
• Ketertiban umum.


 

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1       Kesimpulan
Dari pembahasan tentang Hak Cipta diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu,
a. Bahwa hak cipta merupakan bagian dari pada HKI, yang mana didalam HKI perihal hak cipta punya tempat tersendiri dalam praktek di masyarakat.
b. Permasalahan hak cipta sangat terlihat sepele, sehingga seringkali masyarakat kurang menghiraukan masalah hak cipta, namun setelah ada pembahasan tentang betapa pentingnya hak cipta dalam kehidupan masyarakat.
c. Jenis pembajakan hak cipta seperti membajak CD, mengcopy, dan sebagainya yang mencakup berbagai aspek (dagang, karya seni, dsb).
d. Mencegah pemakaian maupun penggunaan barang atau karya hasil dari pembajakan atau penyalah gunaan hak cipta
3.2       Saran
Diharapkan masyarakat bisa semakin kritis menanggapi masalah tentang hak cipta akan suatu karya dari hasil pikir manusia. Berkaryalah agar kemampuan kita dapat terasah untuk membuat karya-karya yang bermanfaat.

Sumber :
a. Hutagalung, S.M. 2012. Hak Cipta Kedudukan dan perananya dalam Pembangunan. Jakarta : Sinar Grafika
b. Gunadi, Setiono. Undang-Undang Hak dan Bisnis TI di Indonesia, PT. Multicom Persada. Jakarta
d. http// dasar perlindungan-hak-cipta//




Tidak ada komentar:

Posting Komentar